Banten,| -xbintangindo.com
Beberapa hari yang lampau di beberapa media online, terkait penjelasan tekhnis Kadis Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Propinsi Banten terhadap program kegiatan pembangunan Penahan Gelombang (Breakwater) Cikeusik Pandeglang yang berdasarkan pagu APBD lebih dari 14 Milyar di tahun Anggaran 2022, dinilai terkesan malah tidak memahami tekhnis, demikian diutarakan Sekjend DPN Solidaritas Merah Putih (SOLMET), Kamaludin.
Berdasarkan penjelasan Kadis DKP pada berita tersebut dikatakan, menurut tim tekhnis DKP Banten, konstruksi breakwater yang diterapkan membutuhkan waktu untuk pematangan konstruksi melalui masa pemadatan secara alami berdasarkan berat sendiri dan karakter alam sekitarnya, finishing pekerjaan menggunakan hamparan batu belah mengakibatkan permukaan breakwater terlihat tidak rata dan bergelombang.
Yang jadi pertanyaan, lanjut Kamaludin, jika membutuhkan waktu, kenapa dalam rencana dalam pagu anggaran, harus langsung dilakukan pengecoran diatasnya ? “Dan berdasarkan pengamatan kami, di beberapa lokasi pekerjaan breakwater yang dilaksanakan oleh DKP Provinsi Banten TA 2021 dan pekerjaan breakwater yang ada di BBWSC-3, Kami tidak menemukan adanya penurunan pasangan konstruksi breakwater, jika pasangan tersebut memiliki konstruksi yang padat dan optimal. Apalagi karakteristik dasar laut yg ada di pantai Cikeruh Wetan ini merupakan karang, sehingga tidak mungkin terjadi penurunan, beda hal nya jika dasar pantainya memiliki karakteristik lumpur, seperti pantai-pantai yang terdapat di pesisir utara pantai Banten.
Menurut Kamaludin, pekerjaan breakwater pada pesisir pantai yang berlumpur sangat rentan terjadi penurunan pasangan konstruksi, sehingga perlu upaya-upaya perkuatan lahan seperti misalnya dilakukan pemancangan dengan dolken per jarak 1 meter, kemudian dilapisi juga dasarnya dengan matras bambu, agar daya dukung lahan tanah dasar pantai tersebut menjadi kuat, kalau breakwater yg terdapat di pantai Cikeuruhwetan Cikeusik, semestinya tidak akan terjadi penurunan jika pemasangannya dilakukan dengan padat.
Faktor selanjutnya, terang Kamaludin, diperhatikan lapisan terluar breakwater ini pada bagian kanan dan kiri pada toe, slope dan dasar konstruksi breakwater mestinya batu boulder dengan ukuran yg besar dengan berat 200 kg - 300 kg sesuai spek yg dianjurkan dalam dokumen lelang, agar dapat mengunci batu-batu yang ada di tengahnya agar tidak bergeser.
Jadi, lanjut Kamaludin, alasan pemadatan alami disini kurang mengena secara tekhnis.
“Kalau dilihat yang terjadi pada kegiatan 2022 yang lalu adalah bukan karena terjadi penurunan, tapi memang dikerjakan dengan serampangan dan tidak rapih, selain itu kami juga melihat dari sepanjang 160 meter breakwater yang terpasang, kurang lebih sepanjang 30 meter (bagian titik awal breakwater dari pantai) memiliki ketinggian yg lebih rendah, mungkin pada saat awal pemasangan batu boulder ini, tidak dilakukan penggalian dan dilakukan pemasangan geotextile sebagai separator,”ungkap Kamaludin seraya menduga, batu langsung ditumpukan saja di bibir pantai, hingga terus menuju titik patok akhir pasangan, sehingga saat dierjang gelombang dan hantaman balik tersebut, gelombang membawa partikel agregat pasir di tepi pantai, lama kelamaan pasangan awal breakwater tersebut sedikit menurun.
Selain kedua faktor diatas, urai Kamaludin, bisa saja penurunan tersebut merupakan adanya faktor gerusan arus bawah laut. “Tapi kami pikir faktor scoring biasanya terjadi pada arus bawah sungai, sedangan di bibir pantai setahu kami, tidak dikenal adanya gerusan bawah laut. Seandainya pun jika faktor gerusan dibawah pasangan akibat hantaman gelombang, mestinya segera pihak kontraktor memperbaiki kondisi tersebut karena masih dalam masa pemeliharaan sesuai elevasi top yang ada,”tegas Kamaludin.
“Ini menurut kami penjelasan yang masuk akal, kalaupun benar terjadi, bukan karena pematangan konstruksi melalui pemadatan secara alami,”ungkap Kamaludin seraya menyampaikan pada sisi lainnya, tentunya opearator yang melaksanakan kegiatan tersebut dianggap bukan pada keahliannya dan penjelasan Kadis DKP di media itu bisa menjadi bahan tertawaan akademisi dan para ahli sumber daya air.
Untuk itu, Kamaludin juga mempertanyakan cara dan pola dari hasil audit dari BPKP, terkait pemeriksaan pada pekerjaan Breakwater tersebut, dan berdasarkan analisa, kajian serta observasi di lapangan, maka dalam waktu dekat ini, tepatnya jelang momentrum hari Kemerdekaan, akan dilaksanakan Diskusi Hukum, dengan tagline Diskusi Merdeka dan Merdeka Berdiskusi dengan Materi dan Objek Diskusi adalah membedah pelaksanaan kegiatan breakwater yang dilaksanakan DKP banten tahun 2022, dari sudut pandang tekhnis dan hukum, tentunya akan diundang beberapa organisasi dan praktisi penggiat anti korupsi serta Lembaga-lembaga Penegak Hukum di Propinsi Banten. “Termasuk akan kami diskusikan juga Realisasi Anggaran Berdasar Transaksi Tahun Anggaran 2022 di DKP Banten, sebesar Rp. 69.220.433.724.000,-,”ujar Kamaludin.(oman ncek)
« Prev Post
Next Post »