Jakarta ¦ xbintangindo.com
Aliansi Masyarakat Anti Korupsi menggelar Aksi Unjuk Rasa di Kejaksaan Agung pada Hari Kamis tanggal 25 Agustus 2022.
hal ini dijelaskan oleh Korlap Aksi, Faisal Rizal: " sebagaimana kita mengetahui aliansi sudah melakukan unjuk rasa dua kali, yang pertama tanggal 22 Juli 2022, namun Kajati Banten tidak bisa menemui kami dengan alasan sedang zoom, yang kedua aksi tanggal 3 Agustus, lagi-lagi pak Kajati enggan menemui kami dengan alasan sedang berada diluar kantor, padahal kita mengetahui beliau sedang ada di dalam kantor, olehkarenanya kami menduga beliau adalah sosok pimpinan yang tidak peka terhadap aspirasi masyarakat, diduga enggan menangani dugaan korupsi yang menjadi atensi public terutama kasus dana hibah ponpes ini, selanjutnya kami sampaikan aspirasi kami langsung ke Kejagung agar mengevaluasi kinerja Kajati Banten dan meminta agar jaksa agung mencopot Kajati Banten karena diduga tidak berani dan tebang pilih dalam penegakkan hukum, dan permohonan kami mohon untuk di pertimbangan untuk segera yaitu ;
1. Copot dan mutasikan KAJATI BANTEN beserta antek-anteknya;
2. Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengambil alih secara keseluruhan perkara korupsi dana hibah pondok pesantren Ta 2018 & Ta.2020 Pemprov Banten, atau setidaknya melakukan supervisi atas perkara ini, selanjutnya dimohon agar membuka jilid II perkara korupsi tersebut.
Bahwa dijelaskan lebih lanjut, Demi hukum dan Keadilan, Aliansi Meminta Kejaksaan Agung agar mengambil alih perkara ini, karena diduga dan dikhawatirkan jika ditangani Kejaksaan Tinggi Banten maka penanganannya tidak objektif, tidak transparan dan tebang pilih. Bahwa Sebagaimana fakta-fakta persidangan dan pertimbangan hukum Putusan Nomor 21/Pid.sus-TPK/2021/PN.Srg.. maka diduga pihak pihak yang harus diperiksa dan atau bertanggungjawab adalah:
-Bpk. Wahidin Halim (mantan Gubernur Banten); -Bpk. Al-Muktabar (Ketua Tim TAPD 2019/Pj. Gubernur Banten saat ini );
-Tim TAPD 2017-2020; -BPKAD selaku PPKD 2018-2020
Disisi lain, ada polemik di masyarakat, terkait pertanggungjawaban pengembalian kerugian Negara terhadap 563 Pondok Pesantren (beban pengembalian pada FSPP untuk Ta.2018) dan 172 Pondok Pesantren (untuk Ta. 2020), yang menjadi sebab citra buruk pondok pesantren di Banten, yang mana berdampak pada pondok pesantren tidak lagi menerima hibah untuk tahun 2021 dan 2022, Semua itu disebabkan ketidakpastian hukum dan ketidaktegasan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten dalam penegakan hukum. Pungkasnya
Penegakan hukum di era kajati banten saat ini terkesan hanya retorika terbukti dengan banyaknya kegiatan seremonial seperti penandatanganan MoU dg OPD serta fakta integritas anti korupsi dan lainnya, namun disisi lain kasus-kasus yg ditangani tumpul keatas tajam ke bawah contohnya kasus samsat kelapa dua yang hanya sebatas kepala seksi, staf dan honorer yang menjadi tersangka, padahal ada fungsi waskat oleh atasannya "ujar faisal.
Redaksi xbi//Oman ncek//.
« Prev Post
Next Post »